Pages

Senin, 15 Juni 2015

OTW ke Dufan

Hai gaiz. Sebelumnya gue mau ngucapin selamat kepada blog gue sendiri, karena sudah tambah satu tahun lebih tua yang berarti sekarang berumur tiga tahun! Yey! Tiga tahun gue belajar menulis dan fotografi, dan masih berlanjut terus. Hore.
Oke, keadaan gue lagi ga sehat, ga tau kenapa. Padahal ini udah hari ke empat liburan, tapi gue malah sakit. Okesip. #AKURAPOPO

Jadi, beberapa hari yang lalu kawan-kawan gue merencanakan pergi ke dufan. Mereka semua mengusulkan tanggal 16 yang jatuh pada hari libur anak sekolah. Tapi guepun membantai mereka semua dengan mengatakan, “GANTI TANGGAL 8! Saat guru-guru rapat! BIAR GA RAME” dengan argumen-argumen yang masuk akal lainnya. Like A Boss banget yega.
Gue pikir, gue akan bangun kemudian mandi kemudian berangkat dengan senangnya tanpa beban apa-apa –seperti Dora yang selalu dengan senang dan gembira kelilingin hutan. Dengan modal uang secukupnya, gue akan mengisi hari itu sepenuhnya.
Tapi ternyata saat itu alam semesta berkata lain, GAK. Hari itu tiba-tiba dikasih rapat dadakan. Rapat OSIS tentang classmeet yang juga dadakan. Tapi gue gak mau hari yang udah gue persiapkan dengan baik dihancurkan begitu saja dengan rapat sialan itu, guepun berniat untuk...

KABUR.

Saat rapat dan gue tidak dibutuhkan, gue langsung lari kebawah dan menemukan temen-temen gue yang non-osis yang udah nungguin kita semua.
“Masih ada yang di jalan” kata temen gue ke gue.
Guepun hanya meng-oh kan dan kebetulan karena perut yang ringkih ini tereak tereak minta makan, dan kebetulan lagi di kantin dan juga berhasil keluar dari penjara dunia, guepun akhirnya makan dulu di kantin. Gue selesai makan, dan masih ada aja yang belum datang, yodah guepun dengan coolnya jalan kembali lagi ke atas, dan begonya yang baru gue sadari sekarang, KENAPA GUE BALIK LAGI KE RAPAT OSIS. so stupit.
Blablabla, gue di ruang OSIS lagi asik-asiknya bungkusin hadiah classmeet, tiba-tiba temen gue nanya,
“Eh lu gak kebawah? Itu si Ridwan udah kebawah. Lu ke dufan kan?”
Gue yang baru menyadari Ridwan gak ada di muka bumi ini, sekarang menunjukkan pukul sepuluh! MATIIIIIIIII. PADAHAL JANJINYA JAM SETENGAH SEMBILAN. GUE TAKUT DITINGGAL!
Guepun langsung menjadi pelari terbaik di saat-saat genting seperti ini. Usain Bolt mungkin kali ini kalah sama gue *eh.
Ketika bulir keringat mulai menerpa pipi, dan jantung gue berdebar-debar, gue pun menyadari... kantin kosong...
TEMEN-TEMEN GUE NINGGALIN GUE SEMUA! GUE SENDIRIAN! WHAT DAAAA
Guepun tanpa menangis lebih panjang lagi, langsung keluar dari sekolah. Beruntungnya, mereka kaum anak sopan alias anak-anak yang gak menggunakan Transjakarta ke Dufan tiba-tiba lewat melintas..
“WOIH, YANGH LAINH PADAH KEMANAH??” tereak gue dengan terengah-engah
“Udah mar, lu ikut kita aja” kata Winda
Argumen di otak guepun langsung bermunculan dan semuanya mengatakan, ‘Jangan naik mobil. BOSEN. KEJAR MEREKA!’ Entah kenapa begitu. Semacam kayak kisah percintaan gitu sih.. Hm..
“Mereka kapan jalan?” tanya gue spontan
“Barusan” jawabnya
‘KAMU BISA KEJAR DIAA!’ kata lubuk hati gue yang paling dalam. Gue udah kayak berada di tengah sinetron.
“Oh yaudah. Berarti gue bisa ngejar!” tekad gue.
Guepun langsung lari seperti anjing gue-yang-kalau-keluar-rumah-bisa-kelilingin-komplek-tiga-kali-dalam-waktu-kurang dari-satu-menit. Gue bodoamat sama apapun itu, bahkan saat celana gue sedikit melorot gara-gara lari dengan celana jeans #JEANS4LYFE, gue bodoamat dan lari sekencang mungkin. Kalau ada cewe di deket sini mungkin dia akan tereak,
“RUN FORREST MARIA, RUN!!”

Guepun udah dekat dengan halte yang gue tuju. Gue langsung menelepon temen gue, Thea, memastikan mereka belum menaiki bus.
“Nomor yang ada tuju, sedang tidak aktif..”
Sialll
Gue menelepon Wesa,
“Nomor yang anda tuju sedang sibuk”
WTFFF
Gue menelepon Ridwan,
Niittt... Niiiittt...
Meski gue udah gak lari lagi, tapi gue masih jalan cepat disaat begini.
Kemudian terdengar suara seprti perempuan, ah, kayaknya salah sambung lagi nih sial
“Halo mar, lu dimana?” ohiya, gue lupa suaranya emang kek cewe gitu
“Gue lagi mau ke halte. Kalian dimanaahhh?”
“Kita UDAH DI BUS. Udah, lu ikut Cindy aja. Pake mobil. Mereka masih ada”
Guepun memandang dunia hancur sekejap. Trotoar serasa runtuh dan gue serasa masuk kedalam perut guru killer. Bayangin man, gue udah deket halte dan disuruh balik? NO WAY! Guepun pantang menyerah dan tetap berlari sekencang mungkin. Ada mobil?? YOLOOOO! Ada motor?? YOLOOOOO! (you only live once)
*BRAK* Gue ketabrak.
Hening sesaat...
YA GAK LAH! Gue gak sebego itu lewatin jalan raya.

Lanjut kembali ke dalam sambungan telepon...
“Udah. Lu ajarin gue gimana rute ke dufan. Gue udah di halte”
“Oh kalo gitu lu cepetan kesini, KITA BELUM NAIK BUS”
Wat, tadi katanya udah... Tapi gue bodoamat dan langsung berlari lebih cepat lagi ke haltenya.
“EH itu itu Maria!” salah satu dari mereka ada yang berteriak.
Guepun lega.

Akhirnya gue bersama enam anak lainnya pergi ke dufan menggunakan transjakarta, dengan HAMPIR TIDAK SELAMAT. Ya hampir tidak selamat, kenapa?
Jadi saat itu kita semua lagi menunggu bus, ketika kita masuk, kita semua baru menyadari bahwa ini salah jurusan. Kitapun segera keluar lagi dengan penjaga bus yang marah-marah ke kita karena tidak memperhatikan. Kita keluar,pintu transjakarta sudah tertutup dan tiba-tiba Ridwan berteriak,
“MAXWELL MANAA??? MAX MANA??”
Kemudian kita melihat ke arah bus transjakarta yang sedang melaju pelan..
Ditengah kaca film transjakarta...
Disana..
Terdapat..
Anak malang, Maxwell..
Yang malah dadah-dadah ke kita.
....
Gue panik. Yang lain malah biasa aja. Karena gue kalau jadi Max, gue takut, nanti malah gue nyampenya di Ragunan lagi, bukan Dufan. Ya walau binatang di Ragunan gak seserem maskot Dufan yang hidungnya gede kayak pantat Nicki Minaj, tapikan tujuan gue tetep ke dufan, bukan ke Ragunan. Gue nge line Max, tanya tentang keadaanya dan dia ga dibaca. Gue takut malah nanti dia nyasar beneran, nyasar berhari-hari, gak punya uang buat makan, trus jadi gelandangan. Bagus bagus gak diprospek jadi banci, lah kalo iya?
Tapi kayaknya dia bodoamat. Kitapun menunggu bus selanjutnya, dan gue tetep panik dengan kebegoan kita yang membuat si Max ini semacam, ‘tidak selamat sampai tujuan’. Kita tunggu dan tunggu.. 15 menit kemudian bus dateng dan satu dua dari kami berteriak:
“MAXX!”
Gue bingung. Gue pikir Max udah jadi gelandangan, gak tahu arah pulang.. ternyata gak. Dia balik lagi ke halte disaat yang bener-bener PAS. Saat bus jurusan kita bener-bener nyampe di halte itu dan membukakan pintunya.
Yey.
Ternyata gak sampe disitu aja kegilaannya.
Di bus itu ternyata penjaganya bener-bener mirip dengan guru cewe Bahasa Indonesia kelas tujuh. Temen gue, Lisa menyadari itu. Gue ketawa-ketawa, kemudian gue kasih tau yang ke Wesa, Ridwan, Edo, dan Max. Mereka juga ikut ketawa, dan ditengah ricuhnya ketawa kita, dengan gentlenya Wesa nanya,
“Ibu..IBU”
Ibu-ibu penjaga bus nengok
“BU, ibu punya saudara yang jadi guru ya?”
Gue gak tau reaksinya apaan, yang jelas gue ketawa-ketawa sampe lupa diri.

Yha begitulah. Sebenarnya mencoba sesuatu yang baru itu jauh lebih asik daripada membeli kebahagian dari wahana-wahana yang sudah biasa kita jumpai #ea.
Terus bagaimana di dufannya, asik gak?
Jelas asik.
Tapi tentu ceritanya sama seperti saat ke dufan bersama teman-teman sd (baca entri: Do-FUN!). Ya tetap sama, yang beda hanyalah..
Saat gue main tornadi. Ini pertama kalinya gue main tornado. Untuk kamu yang gak tahu tornado itu seperti apa, nih kayak gini:

 
Eh bentar, gue ketemu ini di gugel:
OH DUFAAAAANN, aku akan balik lagi ke kamu kalau tornadonya jadi kek gituuu. Kalo ada aer-aernya gtu biar makin cihuy.


Ini baru pertama kali gue naik ini, jadi gue excited bercampur deg-degan. Tiba-tiba kita diputer keatas, dan gue gak sengaja tereak:
“WATDAHEL TAIIIIIIIIIIIIIII!!!!!! AAAA TAIIIIIIIII!!!!! TUT WURI HANDAYANIIIIIII!!!!!!!!!” gue lupa kenapa gue malah tereak ‘Tut Wuri Handayani’ yang merupakan semboyan anak sekolah bangsa Indonesia. Temen gue yang berada di sebelah gue juga berteriak secara tidak sengaja, hal yang sama juga kek gue:
“ANJIIIINGGGGGG!!!!!” gak sopan sih emang, tapi kan keceplosan.

Jadi mungkin mereka-mereka yang dibawah bakal kedengeran:
“TAIIII!! ANJING!! TAI!! ANJING!! TAI!! ANJING!!”
Hening sesaat
Tiba-tiba
“TUT WURI HANDAYANIIIIIIIIIIII!”
Ya, paling gak pada akhirnya gue gak berkata kotor lagi kan.

Tapi lagi lagi gue keceplosan ketika main histeria, ini loh histeria:
























Jadi saat itu gue Cuma iseng-iseng doang tereak sebelum landing *loh landing?*
“LIMA, EMPAT, TIGA, DUA, SAAA...ANJINGGGG BENERANNNNNNNNNN TAAIIIIIII! TOLOOOOONGGG AAAAA!” Ya begitulah. Gue yang ngitung sendiri, tapi gue sendiri gak siap mental... Emang anak rada-rada.

Sama lagi kayak tahun lalu gue main ke dufan dengan teman-teman sd, pasti ada aja temen-temen kita yang kek gini nih di Dufan:

5 tipe anak dufan:
1.      Tipe: ‘Gak Mau Rugi’
Tipe ini orangnya pasti akan mengikuti semua permainan tanpa terkecuali, dan benar-benar seharian penuh. Tipe ini gak jauh dengak tipe Adventure dan juga tipe Pemberani. Nah jujur, gue tipe ini.
2.      Tipe: ‘Sok-Sok-an Guy’
Tipe ini biasanya sok-sokan paling berani. Kenyataanya, dia sendiri takut, dan orang yang ditantangnya mungkin udah naik halilintar dua-tiga kali, dianya naik aja belom.
3.      Tipe: ‘Mabok-an’
Ini tipe yang kalo main pontang-panting dan semua permainan memutar lainnya bisa langsung pusing dan mau muntah. Di sini, ada temen gue yang tipe ini, panggil saja mawar eh, melati.

Jadi kisahnya si Melati malah ikutin kita-kita yang anti-mabok. Dia dengan santainya ikut main ke kita yang dari permainan puter-puter, dan lanjut lagi ke permainan puter puter. Intinya, dia langsung mabok berat.
Orang mabok pasti muntah kan? Nah iya dia muntah, kali ini muntahnya warna putih.
“Wei wei, Melati muntah!”
Semuanya nengok,
Di tangan Melati ada cairan putih-putih (MUNTAH LOH YA) yang lumayan banyak di tangan.
Ada temen gue yang gak tau apa-apa nengok dan dengan polosnya nanya,
“Itu apaan di tangannya? Tai burung?”
Yha, tai burung sebanyak itu. Sebanyak dua genggam tangan.

4.      Tipe: ‘Penakut’
Tipe ini enak kalau di pdktin. Kenapa? Biasanya reflek tipe ini adalah langsung nemplok layaknya cicak ke sebelahnya. Dan ini ampuh banget dan sangat terbukti benar.

5.      Tipe: ‘Video maker guy’
Ada aja temen gue yang memvideokan semua permainan-permainan ekstrem di sana. Padahal gue bingung buat apa di videoin kalau isinya Cuma:
“TAIII!!! ANJIRRRR!!! AAAAARHHHHH”
Tapi gapapa kali ya, kenangan. Tanpa orang ini, kenangan kita hanya sebatas boneka di istana boneka, dinikmatin bentar dan dilewatin begitu aja.


Ya begitulah, mau diceritain apa lagi? Intinya sama semua. Yang jelas, satu hari itu, merupakan salah satu dari sekian banyak momen-momen terbaik di kelas delapan ini.