Pages

Rabu, 23 Desember 2015

Hampir Mati.

“Mar, kamu jadi ketua panitia ya”
“HA? Oh hm. Hm. Um, oke” jawab gue super ragu-ragu.
Gue gak tahu teman-teman dan guru-guru kesambet setan apaan, tiba-tiba meminta gue untuk menjadi ketua panitia acara tahunan sekolah gue. Acara tahunan yang sebetulnya gue gak paham konsepnya bagaimana, tapi gue se-iye aja dengan keragu-raguan tingkat dewa.
H-10 acara besar  sekolah: GUE GAK TAHU MAU BUAT APAAN JIR
H-9: GILA UDAH H-9 APAAN INI. GUE GAK TAHU KONSEP! BUAT PETA BUAT PETA
H-7: PETA KONSEPNYA HILANG WOI WOI WOI
H-3: Lorong sekolah gue masih kosong.
H-2: Lorong sekolah gue masih kosong (2)
H-1: dari pagi hingga sore bekerja, akhirnya semua terisi.

Nah, makanya jangan pernah sekali-sekali memilih gue sebagai ketua panitia. Mati lo.
Ya jadi sebulan terakhir (atau bahkan berbulan-bulan terakhir) gue gak pernah menulis blog lagi karena acara itu –yang baru dipersiapkan sebulan sebelum acara. Setengah bulan sebelum acara, masih belum mulai apa-apa. Ntap.
Jadi di sekolah gue biasanya membuat acara tahunan yang terkadang diselingi dengan pementasan teater (gak sih, nari nari doang) dan juga acara tahunan yang banyak dari sekolah lain kenal sebagai ajang olahraga. Dan kata kakak ketua OSIS, tahun ini tidak ada.
Sekalinya dikatakan ada, diberitahunya sebulan sebelum Hari H, dan yang paling menakutkan,
Tidak ada olahraga.
Ntappppp ntapp ntappp
Dan gue –14, jomblo, dan masih anak kecil-lucu-ingusan; dipilih sebagai ketuanya.
NTAPPPPPPP BOS

Ya intinya kita ingin memberi suasana yang baru dan juga mengembalikan kembali arti sesungguhnya dari ‘judul acara tahunan’ sekolah gue yang sebetulnya olahraga sebagai penambah saja. Tapi semenjak diadakan olahraga, inti arti judul tersebut terabaikan. Maka jadilah benar (?).
Singkat cerita, sejak H-3, gue selalu pulang sangat sore yang lebih menjorok ke malam hari.
Terutama saat H-1. Gue baru pulang pukul 20.00. Agak horor gitu sih –sekolah gue gede tenan, kalau malam penerangannya sedikit bahkan tidak ada dibagian lapangan, dan merupakan bangunan lama yang kata mereka itu banyak setannya. Dan kala itu tinggal tersisa tiga murid dari sekian banyak murid. Sedikit guru-gurupun juga sudah pulang, beberapa masih mengolah nilai untuk rapotan yang juga bertepatan dengan acara tahunan tersebut, dan tiga guru di ruang tata boga untuk memasak makanan untuk hari esok.
Karena gue anak yang baik hati dan tidak sombong serta rajin menabung, guepun dengan sigap membantu membuat makanan, walaupun gue gak bisa buat makanan. Goreng Air aja gosong (wtf goreng air). Ya walau tugas gue dan dua teman gue lainnya hanya mengaduk-aduk agar-agar, tetapi paling gak kami berguna ada di tempat itu.
Terus ketika gue,dkk mengaduk-aduk agar-agar, tiba-tiba guru IPA gue masuk. Lengkap dengan jaket dan tas untuk pulang.
Sepertinya doi mau balik dan mau salam terlebih dahulu, pikir gue.   
Dengan muka-muka khas anak biologi, doi tiba-tiba tersenyum miring. Entah menatap bahagia kita bak romusha, atau apalah entahlah. Terus doi malah tiba-tiba memegang pisau dapur yang ada disebelahnya dan memainkannya seolah menakuti-nakuti kita seperti mr. bean. Gue udah teriak-teriak kepadanya untuk tidak memegang pisau. Ya, gue memiliki ketakutan tersendiri kalau sendainya orang (siapapun itu, guru tataboga sekalipun) kalau memegang pisau sambil berjalan atau lainnya, itu bawaannya serem aja. Kayak charlie gitu jadinya, kan serem.
Kemudian doi menaruh pisaunya dengan tertawa kecil karena bahagia anak muridnya bisa dikerjain HAHA. Tak lama doi akhirnya memulai pembicaraan,
“Kalian tahu gak, ada film tahun 2006 tentang sekolah yang segala isinya selalu saja ada yang mati. Muridnya satu per satu mulai hilang,  bahkan gurunya sekalipun. Kemudian di akhir cerita, ternyata kepala sekolahnya yang membunuh mereka satu per satu” cerita guru gue dengan serius. Kitapun menatapnya dengan serius ditengah tertawanya menertawai kami yang mulai takut dengan ceritanya.
Kemudian doi seolah memperagakan adegan di film tersebut dengan pisau dapur. [Film sekeren apapun, saat doi yang peragain, tetep aja itu kayak Mr. Bean]
“Um jangan-jangan kita mau dibunuh kayak yang diceritain itu” canda teman gue yang seolah serius
“Bapak, kita masih mau hidup” lanjut teman gue yang lain
“Ya nanti bapak ajak kalian ke lab IPA dan kalian gak akan keluar lagi” kata guru gue yang satu ini sambil  tersenyum licik dan pergi dari ruang tataboga. Tak lupa doi ngucapin salam sebelum pulang.
Kita membalasnya dengan tertawa maksa. Ha. Ha. Ha.
Kemudian karena masing-masing sudah dijemput, pukul delapan malam kita semua langsung cabut, meninggalkan guru-guru gue seorang diri di ruang tataboga seperti jomblo di malam minggu.
“Gile gelap banget” kata gue ketika gue dan dua teman gue berjalan melewati lapangan yang gelap parah.
“Um, jangan-jangan nanti guru bio kita lagi rencanain pembunuhan kita” ngasal teman gue
“Jangan-jangan juga mereka bersengkongkol dengan guru-guru di ruang tataboga nanti”
“Terus kita mati kayak video ISIS memenggal pake pisau dapur”
Kita masih jalan ditengah kegelapan sekolah gue. Benar-benar gelap cenderung horor. Semilir angin menusuk bulu kuduk dan membuat kita merinding.
“Eh Mar, tahu gak kemaren pas live in, pas malem malem….” Tiba-tiba topik telah berganti ke cerita serem mereka saat live in.
“UDAH AH LU! JANGAN CERITA SEREM PAS MALEM” teman gue setengah berteriak takut.
Pelan-pelan kita berjalan berdempetan seperti teletubies kalo berpelukan. Horor juga ya lama-lama.
“Eh iya, siapa tahu kita berjalan di perangkap pak bio tadi. Nanti kita dibunuh ditengah lapangan” seru teman gue menakut-nakuti, padahal sendirinya juga takut.
Gue pun membalas, “Udah ah jangan mikirin aneh-an…
Ditengah kegelapan dekat tangga, guru bio gue berdiri mematung disitu dengan tatapan yang gak jelas karena tertutup oleh kegelapan malam.
ANJIR,
 “AAAAAA! PAK! PAK!” ANJIR BELOM PULANG JUGA DIA. GURU BIO MALAH NUNGGU DI DEPAN KITA. Kita langsung berteriak menjauh
“PAK KITA MASIH MAU HIDUP! AAAAAAAAHHHHHH‼‼‼‼” kita udah kayak apa tau..
ANJIR JANGAN JANGAN BENER. KITAGAK MAU MATI TIDAKKKKKKK

Tiba-tiba guru gue yang lain datang dan memarahi kita karena teriak saat malam-malam.
Oh ternyata Pak Bio baru mau pulang bersama satu guru lainnya.
Kitapun terdiam dan dengan perlahan kita berjalan melewati guru bio itu dengan radius 3 meter sambil menatap memandang guru tersebut. Guru tersebut menatap ke kita antara bahagia dan bingung karena tiba-tiba kita teriak.
Kita hampir mati.

Ya meskipun acara ini membuat kita hampir mati (HAHHAA lebay), katanya acaranya sih seru dan yaa lumayanlah sukses.
Semua sukses kecuali pidato gue yang ancur banget. Gue emang sudah lama gak berpidato lagi, tapi biasanya gue siap gaknya pidato katanya sih selalu baik mendaraskannya ke tengah umum. Jadi gue benar-benar latihan lima menit sebelum berpidato. Biasanya sih bisa, tapi kali ini gue lagi sial.
Malam sebelum hampir kematian gue (HAHHAA hampir kematian gue sama pak bio), gue bermimpi aneh. Gue mimpi tugas lektor (pembaca bacaan kitab suci disaat perayaan ekaristi/misa gereja), dan di mimpi buruk itu gue lupa bacaannya yang mana, tidak diberi pembatasnya, dan gue benar-benar tidak berani membaca kala itu. Menciptakan canggung tiba-tiba.
Kemudian gue terbangun.
Gue segera menatap bacaan yang akan gue baca untuk tugas Natal nanti. Gue pikir ini tanda karena gue jarang latihan sehingga mungkin saat bertugas nanti akan membuat gue gagal membacanya. Tapi ternyata gue yang salah, maksud mimpi itu adalah pidato gue yang akan (dan memang) ancur lebur kayak kota yang kesembur Tsunami (?).
Ya gapapa lah, intinya kegiatan kita bersama akhirnya berhasil.
.
.
.

Meskipun gue dan dua teman gue hampir mati (dalam khayalan sendiri).