“Mar, kamu jadi
ketua panitia ya”
“HA? Oh hm. Hm.
Um, oke” jawab gue super ragu-ragu.
Gue gak tahu
teman-teman dan guru-guru kesambet setan apaan, tiba-tiba meminta gue untuk
menjadi ketua panitia acara tahunan sekolah gue. Acara tahunan yang sebetulnya
gue gak paham konsepnya bagaimana, tapi gue se-iye aja dengan keragu-raguan
tingkat dewa.
H-10 acara besar sekolah: GUE GAK TAHU MAU BUAT APAAN JIR
H-9: GILA UDAH
H-9 APAAN INI. GUE GAK TAHU KONSEP! BUAT PETA BUAT PETA
H-7: PETA
KONSEPNYA HILANG WOI WOI WOI
H-3: Lorong
sekolah gue masih kosong.
H-2: Lorong
sekolah gue masih kosong (2)
H-1: dari pagi
hingga sore bekerja, akhirnya semua terisi.
Nah, makanya
jangan pernah sekali-sekali memilih gue sebagai ketua panitia. Mati lo.
Ya jadi sebulan
terakhir (atau bahkan berbulan-bulan terakhir) gue gak pernah menulis blog lagi karena acara itu –yang baru
dipersiapkan sebulan sebelum acara. Setengah bulan sebelum acara, masih belum
mulai apa-apa. Ntap.
Jadi di sekolah
gue biasanya membuat acara tahunan yang terkadang diselingi dengan pementasan
teater (gak sih, nari nari doang) dan
juga acara tahunan yang banyak dari sekolah lain kenal sebagai ajang olahraga.
Dan kata kakak ketua OSIS, tahun ini tidak ada.
Sekalinya dikatakan
ada, diberitahunya sebulan sebelum Hari H, dan yang paling menakutkan,
Tidak ada
olahraga.
Ntappppp ntapp
ntappp
Dan gue –14, jomblo,
dan masih anak kecil-lucu-ingusan; dipilih sebagai ketuanya.
NTAPPPPPPP BOS
Ya intinya kita
ingin memberi suasana yang baru dan juga mengembalikan kembali arti
sesungguhnya dari ‘judul acara tahunan’ sekolah gue yang sebetulnya olahraga
sebagai penambah saja. Tapi semenjak diadakan olahraga, inti arti judul
tersebut terabaikan. Maka jadilah benar (?).
Singkat cerita,
sejak H-3, gue selalu pulang sangat sore yang lebih menjorok ke malam hari.
Terutama saat
H-1. Gue baru pulang pukul 20.00. Agak horor gitu sih –sekolah gue gede tenan,
kalau malam penerangannya sedikit bahkan tidak ada dibagian lapangan, dan
merupakan bangunan lama yang kata mereka itu
banyak setannya. Dan kala itu tinggal tersisa tiga murid dari sekian banyak
murid. Sedikit guru-gurupun juga sudah pulang, beberapa masih mengolah nilai
untuk rapotan yang juga bertepatan dengan acara tahunan tersebut, dan tiga guru
di ruang tata boga untuk memasak makanan untuk hari esok.
Karena gue anak
yang baik hati dan tidak sombong serta rajin menabung, guepun dengan sigap
membantu membuat makanan, walaupun gue gak bisa buat makanan. Goreng Air aja
gosong (wtf goreng air). Ya walau tugas gue dan dua teman gue lainnya hanya
mengaduk-aduk agar-agar, tetapi paling gak kami berguna ada di tempat itu.
Terus ketika
gue,dkk mengaduk-aduk agar-agar, tiba-tiba guru IPA gue masuk. Lengkap dengan
jaket dan tas untuk pulang.
Sepertinya doi mau balik dan mau salam
terlebih dahulu, pikir gue.
Dengan
muka-muka khas anak biologi, doi tiba-tiba tersenyum miring. Entah menatap
bahagia kita bak romusha, atau apalah entahlah. Terus doi malah tiba-tiba
memegang pisau dapur yang ada disebelahnya dan memainkannya seolah
menakuti-nakuti kita seperti mr. bean. Gue udah teriak-teriak kepadanya untuk
tidak memegang pisau. Ya, gue memiliki ketakutan tersendiri kalau sendainya
orang (siapapun itu, guru tataboga sekalipun) kalau memegang pisau sambil
berjalan atau lainnya, itu bawaannya serem aja. Kayak charlie gitu jadinya, kan
serem.
Kemudian doi
menaruh pisaunya dengan tertawa kecil karena bahagia anak muridnya bisa
dikerjain HAHA. Tak lama doi akhirnya memulai pembicaraan,
“Kalian tahu gak, ada film tahun 2006 tentang sekolah
yang segala isinya selalu saja ada yang mati. Muridnya satu per satu mulai
hilang, bahkan gurunya sekalipun. Kemudian
di akhir cerita, ternyata kepala sekolahnya yang membunuh mereka satu per satu”
cerita guru gue dengan serius. Kitapun menatapnya dengan serius ditengah tertawanya
menertawai kami yang mulai takut dengan ceritanya.
Kemudian doi
seolah memperagakan adegan di film tersebut dengan pisau dapur. [Film sekeren apapun,
saat doi yang peragain, tetep aja itu kayak Mr. Bean]
“Um
jangan-jangan kita mau dibunuh kayak yang diceritain itu” canda teman gue yang
seolah serius
“Bapak, kita
masih mau hidup” lanjut teman gue yang lain
“Ya nanti bapak
ajak kalian ke lab IPA dan kalian gak akan keluar lagi” kata guru gue yang satu
ini sambil tersenyum licik dan pergi
dari ruang tataboga. Tak lupa doi ngucapin salam sebelum pulang.
Kita
membalasnya dengan tertawa maksa. Ha. Ha. Ha.
Kemudian karena
masing-masing sudah dijemput, pukul delapan malam kita semua langsung cabut,
meninggalkan guru-guru gue seorang diri di ruang tataboga seperti jomblo di
malam minggu.
“Gile gelap
banget” kata gue ketika gue dan dua teman gue berjalan melewati lapangan yang
gelap parah.
“Um,
jangan-jangan nanti guru bio kita lagi rencanain pembunuhan kita” ngasal teman
gue
“Jangan-jangan
juga mereka bersengkongkol dengan guru-guru di ruang tataboga nanti”
“Terus kita
mati kayak video ISIS memenggal pake pisau dapur”
Kita masih
jalan ditengah kegelapan sekolah gue. Benar-benar gelap cenderung horor.
Semilir angin menusuk bulu kuduk dan membuat kita merinding.
“Eh Mar, tahu
gak kemaren pas live in, pas malem malem….” Tiba-tiba topik telah berganti ke
cerita serem mereka saat live in.
“UDAH AH LU!
JANGAN CERITA SEREM PAS MALEM” teman gue setengah berteriak takut.
Pelan-pelan
kita berjalan berdempetan seperti teletubies kalo berpelukan. Horor juga ya lama-lama.
“Eh iya, siapa
tahu kita berjalan di perangkap pak bio tadi. Nanti kita dibunuh ditengah
lapangan” seru teman gue menakut-nakuti, padahal sendirinya juga takut.
Gue pun
membalas, “Udah ah jangan mikirin aneh-an…
Ditengah
kegelapan dekat tangga, guru bio gue berdiri mematung disitu dengan tatapan
yang gak jelas karena tertutup oleh kegelapan malam.
ANJIR,
“AAAAAA! PAK! PAK!” ANJIR BELOM PULANG JUGA
DIA. GURU BIO MALAH NUNGGU DI DEPAN KITA. Kita langsung berteriak menjauh
“PAK KITA MASIH
MAU HIDUP! AAAAAAAAHHHHHH‼‼‼‼” kita udah kayak apa tau..
ANJIR JANGAN
JANGAN BENER. KITAGAK MAU MATI TIDAKKKKKKK
Tiba-tiba guru
gue yang lain datang dan memarahi kita karena teriak saat malam-malam.
Oh ternyata Pak
Bio baru mau pulang bersama satu guru lainnya.
Kitapun terdiam
dan dengan perlahan kita berjalan melewati guru bio itu dengan radius 3 meter
sambil menatap memandang guru tersebut. Guru tersebut menatap ke kita antara
bahagia dan bingung karena tiba-tiba kita teriak.
Kita hampir
mati.
Ya meskipun
acara ini membuat kita hampir mati (HAHHAA lebay), katanya acaranya sih seru
dan yaa lumayanlah sukses.
Semua sukses
kecuali pidato gue yang ancur banget. Gue emang sudah lama gak berpidato lagi,
tapi biasanya gue siap gaknya pidato katanya sih selalu baik mendaraskannya ke
tengah umum. Jadi gue benar-benar latihan lima menit sebelum berpidato.
Biasanya sih bisa, tapi kali ini gue lagi sial.
Malam sebelum
hampir kematian gue (HAHHAA hampir kematian gue sama pak bio), gue bermimpi
aneh. Gue mimpi tugas lektor (pembaca bacaan kitab suci disaat perayaan
ekaristi/misa gereja), dan di mimpi buruk itu gue lupa bacaannya yang mana,
tidak diberi pembatasnya, dan gue benar-benar tidak berani membaca kala itu.
Menciptakan canggung tiba-tiba.
Kemudian gue
terbangun.
Gue segera
menatap bacaan yang akan gue baca untuk tugas Natal nanti. Gue pikir ini tanda karena
gue jarang latihan sehingga mungkin saat bertugas nanti akan membuat gue gagal
membacanya. Tapi ternyata gue yang salah, maksud mimpi itu adalah pidato gue
yang akan (dan memang) ancur lebur kayak kota yang kesembur Tsunami (?).
Ya gapapa lah,
intinya kegiatan kita bersama akhirnya berhasil.
.
.
.
Meskipun gue
dan dua teman gue hampir mati (dalam khayalan sendiri).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar