UN gue udah selesai dari kapan
tau, tapi graduationnya baru minggu
depan. Lumayan lama bet jarak waktunya, dan karena gue menghargai waktu dan
juga menghargai perasaan kamu, liburan Cuma Cuma inipun ga mau gue
sia-siain. It’s Time to ADVENTURE! (bener ga sih tulisannya?)
Tapi karena gue emang gak punya
uang (yaiyalah belom kerja), guepun memutuskan untuk adventure bareng
temen-temen deket gue keliling Jakarta. Bosen? Kalo sama temen, pasti asik.
Naik mobil? Wut the duck, apaan itu mobil? #anakTransJakartasejati. Yeez, gue,
dkk bakal keliling Jakarta naik TJ (transjakarta, jalurnya itu busway.
Transportasinya itu TJ! BEDA!) gue bakal ke: sarinah – Kota Tua – Monas – Ancol
bareng dua temen gue, Wawan dan Eliza, dan satu lagi temen gue, Ryo, yang super
duper punya insting setan (baca: indera keenam) HAHHA. Inilah rencana gue,
Wawan, dan Eliza: kita ajak Ryo biar di kota tua kita tau ada ‘apaan’. HAHAHA,
yeez, kita anak yang baik, memanfaatkan apa yang ada.
Nah, buat kalian yang naik TJ dari
arah Blok M – Kota, sekali-kali cobalah nengok ke arah sebelah kiri sepanjang
perjalanan, dan perhatiin setiap billboard
yang ada. Gue gak tau apa faedahnya pemilik perusahaan ini nempel iklan segede
gaban itu disitu. Tapi gue yakin, ini hal absurd yang pernah gue liat. Jadi gue
itu lagi liat kan ke kaca sebelah gue, tiba-tiba gue nemu iklan billboard yang tulisannya gede gini: ICE
and FIRE, dengan gambar ilustrasi es sama api, dan dibawahnya ditulis: ‘rasakan
sensasi panas dan dingin’. Gue perhatiin terus. Gue pikir itu iklan permen,
karena bentuk kemasannya kayak permen nerds yang rasanya kek nano-nano dan bagi
gue itu enak. Lumayanlah nanti ke indomaret cari permen baru yang rasanya baru
kek gitu.
![]() |
Ini Namanya Permen Nerds |
Tapi entah kenapa hati terdalam gue menolak kalau itu iklan permen, karena
warna desainnya warna gelap-gelap kontras begitu. Dimana-mana iklan permen pake
warna cerah bahagia… Ini kayaknya bukan iklan permen…gue perhatiin lagi sampe
ke detail terkecil …
Ada tulisan kecil disitu…
‘the new con**m’
WTF.
Okelah kalau itu perusahaan
makanan, minuman, atau hal-hal yang umum lainnya pasang iklan di tengah jalan
segede itu. LAH INI… Krik…krik…krik…
Temen-temen gue gak ada yang
meratiin, Cuma gue yang liat, jadi… yasudahlah dinikmati aja sendiri HAHHA.
Sampai di kota tua, kita langsung
ke pusat gedungnya. Kita langsung ke gedung fatahillah. Pas gue, Wawan, Eliza
dan Ryo di lantai atas, abis foto-foto, kita liat satu-satu peninggalannya,
tiba-tiba…
“EHH, Ryo manaaa???” Tanya gue pas sadar Ryo udah gak bareng kita lagi.
“EH IYA KEMANA?” Wawan jadi agak panik. Masalahnya, Ryo ini anak ‘spesial’ yang hilang
Kitapun segera melupakan apa yang lagi
kita lihat, cari semua ruangan yang ada. Dan diujung sana, sambil jalan dengan
santainya ada dia.
“Kemana aja lu?” Tanya gue
“Tadi gue keseret”
Keseret? Hah kok keseret? Emang
ada Nyi Roro Kidul? Bingung gue. Tapi karena gak mungkin gue nanya ditempat itu
yang katanya ‘banyak penghuninya’, dan emang kita sebelum masuk udah bersepakat
dengan Ryo, kalau mau ngomong yang aneh-aneh, jangan didalem, guepun urung buat
nanya.
Sayangnya kita gak lama-lama di
fatahillah dan sekitarnya. Ryo katanya capek banget –capeknya bukan sepenuhnya
capek loh ya, paham lahhh-, jadi kita langsung keluar dari sana.
“Emang tadi lu keseret apaan?” ada yang bertanya (gue lupa siapa yang nanya HAHHA)
“Tadi gue diajak jalan sama none Belanda. Kek tour gitu. Dia jelasin semua” katanya kalem.
Kitapun semuanya ber ooo semua.
“Terus terus, yang paling serem apaan?” Tanya gue penuh dengan penasaran.
“Tadi lu inget ada kaca besar? Yang deket lukisan none Belanda dan meja makan?”
“Iya”
“None yang ada di lukisan itu, ada di kaca. Tapi pas gue nengok langsung, gak ada. Cuma ada di kaca”
“wtf”
“Nah masalahnya bentuk mukanya beda. Kalo di lukisan keliatan muka, ini mukanya udah jadi rangka semua”
Ohmy….
“Ohya terus pas tadi gue kerasa kecolek gitu?” Tanya Wawan. Tadi itu pas di penjara bawah tanah, Wawan ngerasa ada yang nyolek disaat bersamaan saat Ryo keluar dari penjara itu, dan disaat yang bersamaan juga orang lain bertopi lewat sambil bawa tongsis. Saat itu kita semua menyimpulkan (termasuk Ryo) kalo dia itu kesenggol sama orang bertopi dan bertongsis itu.
“Haha, sebenernya itu emang ada yang nyolek. Bapak-bapak”
Mata Wawan membesar, rada takut
gitu.
“Pantess!!! Makanya gue bilang bukan topi atau tongsis kok! Orang kayak kesetrum gitu”
Dan kitapun akhirnya membicarakan
semuanya yang ada disana, dan emang banyak banget. Sebodo amat – bodo amat
feeling orang, setidak peka perasaan orang, emang kalau lu ke fatahillah,
suasananya beda. Terlebih kalau lu dilantai atas. Bahkan kata Ryo, di penjara
wanita yang ada dibawah itu, dia bisa denger teriakkan wanita. Bukan teriakkan
wanita yang takut karena sesuatu menjijikan, atau teriak fangirling atau apapun. Katanya teriakkannya beda. Teriakkannya
kayak antara pasrah dan takut setengah mati. Yha…
Selepas dari kota tua, kita
langsung cabut ke Ancol. Menurut Wawan –cowok, 14 tahun, calon anak Kanisius
yang sekolahnya isinya cowo semua, dan semoga belum dan tidak homo –ini destinasi
utama dia itu ke Ancol. Bukan pergi ke pantainya yang utama. Kita ke rumah ‘sahabat-sahabatan’
(jadi ini orang yang kita sok-sok jadi orang dambaan, fans, padahal aslinya
kita biasa aja) yang ada di Ancol. Panggil saja nama sahabat-sahabatan kita
ini, umm.. Wongkar. HAHAHA. Anggap Wongkar adalah cowo yang pendek, berambut
pendek, jago bola, dan rumahnya gede di wilayah deket reklamasi itu.
Dan ini baru namanya jalan-jalan-yang-
gak tau arah- mau kemana- sok gue bilang adventure-. Kita mencari rumah dari
hasil cari google maps dan kita perkirakan itu benar rumah dia. Takut salah
rumah? Kita sih udah nanya ke temennya yang pernah, katanya sih bener. Dan kita
percaya.
Kita jalan-jalan-jalan, sedangkan
Ryo pergi ke pantai dan festival Waisak sendirian. Kita bener-bener jahat.
AHHAHA. Udah jahat, gila lagi. Tanpa
tujuan apapun tiba-tiba kita cari rumah orang dengan hanya bermodal nanya
orang. Gak kayak psikopat kan HAHHA.
Dan akhirnyaaaaaaa setelah
diinterogasi oleh banyak petugas keamanaan, sampailah kita di depan rumahnya. Sambil
bangga bangga bertiga karena akhirnya misi ini berhasil.
“Bilang Wongkar kita di depan rumahnya!” kata Wawan dengan penuh antusias
“JANGAN! Kita tanyanya pelan aja, biar jangan kayak kita pengen banget ketemu dia”
Gue suruh Eliza nanya dia lagi
dimana, dan ngapain.
Dan seketika linenya dijawab
Wongkar: Gue lagi tanding bola
YAHHHH… Kita semua kecewa. Dan
langsung ngomong aja apa adanya ke dia kalau kita didepan rumahnya. Kita selfie
di depan rumahnya. Berharap dia bakal kesini dan mempersilakan kita jadi tamunya,
tapi kemudian harapan itu musnah. Dia ngeline:
Wongkar: Mending lu pulang, keburu satpam usir lu
Kitapun yang lagi duduk-duduk didepan
lahan kosong depan rumahnya pengen cabut dan temenin Ryo. Gue yang kemudian
nyadar sesuatu berdiri,
“Eliz, robeknya keliatan gak?” Tanya gue tiba-tiba sambil menunjuk ke celana gue
“Gak”
Yas bagus, celana. Gue. Robek. Pas. Kayak.
Gini.Tapi baguslah gak keliatan dan untung gue bawa celana lagi. Berarti
tinggal cari toilet nanti pas masuk Ancol.
Dan disaat yang bersamaan juga, saat
gue nunjuk pantat gue, tiba-tiba ada yang keluar dari pintu atas rumah Wongkar
“WOY MAR, LU NGAPAIN?” temen Wongkar dan juga temen gue –seangkatan gue, Wawan, Eliz bahkan-, keluar.
Kemudian keluar kakaknya Wongkar yang
juga seangkatan sama kita dan juga temen-temen alias cowo-cowo yang lain.
Wawan panik. Eliz juga. Gue sok cool
gitu. Wawan sama Eliz langsung ngumpet di belakang mobil tanpa tujuan apapun.
“Lu sendiri ngapain di rumah Wongkar?” teriak gue dengan sok cool menganggap gak ada sesuatu yang ganjil terjadi.
Saat gue nanya ini, Wawan dan Eliz
langsung lari menjauh rumah Wongkar -_-. Dan disaat yang bersamaan juga keempat
temannya yang lain keluar. Lantai atas Wongkar terlihat full cowok-cowok teman
mereka, dan mereka lihat kita lari dan tanpa tujuan tiba-tiba ada didepan rumah
dia kayak mau bunuh orang aja.
“Besok lusa, kita bakal ditanyain kenapa tiba-tiba di depan rumah Wongkar. PASTI. Jadi jawab apa?” Tanya Eliza dengan sedikit tersengal abis lari.
“Udeh bilang aja kita lagi di Ancol, sekaligus aja cari rumah Wongkar. Tanya dari mana, bilang aja kita tanya dari Satpam, tanya rumah William –nama bokapnya, dimana”
“SIAPP” kesepakatan berakhir disini.
Kitapun langsung masuk Ancol dan nyusul
Ryo ke festival Waisak. Di festival inipun akhirnya gue belajar banyak tentang
keagamaan Buddha, untuk tidak pantang menyerah seperti bunga tulip dan percaya
bahwa kitalah yang memegang takdir, bukan Tuhan. Kita yang menentukkan pilihan.
Itulah kepercayaan para buddhis, menurut temen gue yang buddhis sejati, Ryo.
Kalau seandainya sebuah perjalanan itu
saling berhubungan satu sama lain, maka gue bisa menyimpulkan: Kita jangan
pernah menyerah cari rumah temen, apalagi sahabat, terutama sahabat-sahabatan
kita HAHA. Kita yang berusaha cari, bukan takdir –seperti ajaran Buddhis yang
berpantang untuk tidak berpegang pada takdir. Dan apapun yang menjadi sejarah
akan tetap membekas dalam bentuk apapun, seperti yang kita lihat di fatahillah.
Bahkan dalam bentuk makhluk yang tak kasat mata sekalipun. Jadi, sejarah hari
itu gue ke rumah ‘sahabat-sahabatan’ bakal terus membekas dipikiran ‘sahabat-sahabatan’
kita, Wongkar, kalau rumahnya itu gampang dicari HAHA.
***
Lusa paginya saat disekolah (iya, selesai
UN sekolah gue masih masuk)
“Lu cari rumah gue darimana, bege?” Tanya Wongkar penuh penasaran
“Dari satpam” kata Wawan
“Yoi satpam berpihak sama kita” lanjut Eliz dan gue.
“Lu ngomong apaan ke satpam?” Wongkar langsung nanya menyelidik
“Tanya pake nama bokap lu lah!”
“Bokap gue emang namanya siapa?”
“William”
“NAMA BOKAP GUE BUKAN WILLIAM GOBLOK!”
Dia langsung panggil temennya,
“EH, NAMA BOKAP GUE MASA WILLIAM HAHAHA”
Terus dia nanya ke temennya yang
ketawa di depan kita yang cengo
Temennya yang ketawa langsung ngomong
nama asli bokapnya. Nama bokapnya kayak nama desa alias bukan nama Eropa. Gue
lupa namanya siapa, tapi anggap saja Budi, agar cerita ini selesai dengan baik
#maksa.
“Nama bokap Wongkar itu Budi, bego!”
…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar