“Nanti sehabis sarapan, temani ibu
ke ladang yang jauh itu ya! Mau kan? Atau ibu pergi sendiri saja?” kata Ibu kepada gue dan Nicole yang sedang mengambil sarapan pagi berupa
nasi dan lauk-pauknya.
Disini, sarapan dan makan siang gak
ada bedanya. Gak kayak di Jakarta, menu McD sarapan saja sampai dibedakan sama
menu-menu lain, lewat dari jam sarapan sudah gak jual. Ah sok keren doang.
“Mau dong bu!” seru
gue
“Tapi
itu jauh loh, nak” balasnya. Gue bingung, ini ibu ngajak tapi malah labil,
seolah pengen dua kecebong nyasar (gue dan Nicole) ga ikut ke ladang dan
membiarkan kami di rumah ini terpenjara kesepian seperti jones (jomblo ngenes)
yang hidup ditengah malam minggu.
“Ahh..
Kan seru bu” bantah Nicole.
Hari ini hari kedua live in. Hari kedua ini jauh lebih banyak kerja
daripada main. Jadi tidak sesering seperti kemarin ketemuannya. Gue dan Nicole akan
pergi ke ladang ibu yang katanya sih jauh. Tapi, sebagaimanapun, kita
harus berani adventure dan menyatu
dengan alam biar bisa tangguh seperti Tarzan dan bersatu seperti power ranger
gitu.. BERSATU! Biar bolot kayak Dora dan Monyetnya, saling mengasihi
dalam pelukan seperti Teletabis dan pedofil seperti Barney *Loh**apa banget*
#GakNyambung.
Kitapun mulai berjalan ke lokasi. Tentu gue gak kayak Dora dan monyetnya
yang buta arah. Gue sudah memiliki navigasi dalam bentuk seorang ibu.
Dua puluh menit, tigapuluh menit
berlalu. Memang benar, jaraknya cukup jauh. Tapi karena seru, kita gak peduli sama
jauhnya itu. Kadang gue berhenti sebentar untuk mengambil foto. Namanya juga
fotografer (gagal).
Sesampainya di ladang ibu yang ternyata ladang kacang panjang itu, kita
disuruh duduk sebentar untuk istirahat. Lima – enam menit berlalu. Kemudian baru kita
mulai metik.
Gue butuh satu menit untuk menyadari mana kacang panjang. Karena beda
sekali dengan yang dijual di pasar Jakarta. Biasanya lebih pendek-kontet. Lah
ini, panjang-panjang kebawah semua.
“Gila Nik, panjang-panjang semua” kata gue sembari memetik.
“Iya. Bahkan ada yang melingkar. Yang melingkar gak usah dipotong, yang panjang aja yang dipotong” balasnya.
“Ibu, disini panjang-panjang semua ya!” Kata gue kepada Ibu asuh yang ada di bagian depan gue
“Iya, bahkan bisa
sampai satu meter lebih!” jawabnya senang.
Sepertinya kalau ada yang mendengar dan tidak tahu apa-apa, pasti mereka nanggepinnya beda. Untung
saja, saat itu tidak ada yang salah paham.
Di ladang ibu ini bersifat tumpang sari, menanam lebih dari satu jenis. Jadi,
selain ada kacang panjang, ada juga sawi yang ditanam di sela-sela tanaman kacang panjang.
Dan disini itu sangat organik, tidak menggunakan bahan pestisida. Maka daun yang berlubang-lubang karena dimakan ulat, ya sudah, habislah mereka para sawi detik
itu juga saat itu juga pada pembebasan dari siksaan dimakan ulat dalam bentuk kematian alias dicabut. Banyak sekali yang jatuh dalam pebebebasan dalam bentuk
kematian tersebut. Mulai dari yang kecil hingga yang besar, ada juga satu sawi besar dan berdaun lebar yang
dipenuhi lubang-lubang yang besar dan lebar pula, yang mungkin perbandingan antara daun
yang sudah termakan dengan daun yang ada adalah 9/10. Daun yang parah banget itu gue cabut pastinya, sesuai dengan
perintah ibu. Tapi kali ini tak langsung gue buang, melainkan gue robek
satu-satu, helai per helai, karena gue penasaran kenapa bisa parah gitu. Helai pertama, ih banyak
putih-putih-kuning-kuning gak jelas, mungkin eek ulat kali yah. Helai kedua,
masih sama biasa saja. Helai ketiga,
“AAAAAAA!!!!!”
Teriak gue reflek dan langsung membuang sawi itu.
“AAAA!”
ternyata teriakan maut gue mengagetkan ibu gue dan Nicole.
“Ih
kamu bikin kaget saja!” kesal ibu.
Kemudian gue menjelaskan disitu ada MAHKLUK TAK DIUNDANG!! SAYA INDIGO!
Gue melihat sesuatu kecil
bergaris-garis hitam dan putih..
menggeliat dengan anggunnya,
ke helai daun selanjutnya. GUE
INDIGO ULAT! ITU ULAT NGESELIN YANG BIKIN KAGET, BU!
Beliau hanya tertawa mendengar penjelasan gue.
Padahal, sebetulnya gue tidak takut akan ulat. Gue hanya kaget saja
#MembelaDiri
Setelah usai sudah pemetikan panjang-panjang, maksudnya kacang panjang.
Kita meminta untuk istirahat dulu karena capai sekali. Sedangkan ibu, memeriksa
lagi satu per satu agar tak satupun kacang panjang terlewat. Gue memakan
makanan ringan yang dibawa dengan kekuatan
sendiri. Ga peduli tangan kotor apa ga. Yang penting makan.
---
Memetik kacang panjang ternyata menyisakan 23 goresan pada kaki gue akibat banyak tergores duri dan menghadiahkan penderitaan bersama kacang panjang di jalan, walau bawaan kacang panjang kita itu tak seberapa dengan ibu punya, kita tetap kelelahan. Gue jadi gak kebayang, ibu itu dalam usia tak lagi muda harus membawa kacang panjang yang berat sekali, lebih berat dari tas sekolah gue yang bagi gue itu sudah berat. Dan gue mulai menyadari dan baru merasakan dari penggalan puisi yang pernah gue baca..
Kemudian setelah itu semua, gue dan Nicolepun istirahat di rumah Pinky yang sedang ramai dikunjungi teman-teman.
"Kulit kakimu yang bersimbah darah,
melawan kehidupan demi kami, anak-anakmu"Ibu, You're The Real MVP.
Kemudian setelah itu semua, gue dan Nicolepun istirahat di rumah Pinky yang sedang ramai dikunjungi teman-teman.
“Gue kemarin mandi di kamar
mandi tanpa pintu dan sebelahnya Sens (laki-laki)” kata pertama Leine yang gue
dengar.
“Biasa aja tuh” lanjutnya,
membalas ekspresi kita yang bingung ini.
Oh iya
gue lupa kasih tau, di kamar mandi yang tidak memiliki pintu itu berjumlah dua kamar
mandi tetapi mereka hanya memiliki satu bak mandi besar. Jadi sesungguhnya, pembatas antara kamar satu dengan kamar selanjutnya hanya sebatas satu dinding. Jadi bisa saja kita melihat secara jelas
orang sebelah lo. Dan kalau mendengar cerita Leine, itu rada serem sih.
“Yang jelas lu mau kerja sama
dengan dia. Gue sih bilang aja, ‘Lu ga liat, gue juga ga liat’” jelasnya.
“Berarti kalau dia liat, kamu juga liat??” respon gue.
“Nah iya!” jawab dia tanpa malu
dan dilanjutkan ketawa heboh.
Saat itu gue tidak kebayang.. Gimana rasanya
mandi bersebelahan dengan cowo dan pintu tak tertutup dan juga bersama kamar mandi yang hanya dibatasi
dinding tetapi tetap satu bak mandi dan kita bisa saling melihat. Gue berharap hal itu gak menimpa gue, tetapi ternyata alam semesta berkehendak lain, keburukan itu terjadi...
Karena gue males nunggu lama-lama di kamar mandi yang memiliki pintu, guepun mandi di tempat yang Leine mandi. Ya, yang tanpa pintu.
Karena gue males nunggu lama-lama di kamar mandi yang memiliki pintu, guepun mandi di tempat yang Leine mandi. Ya, yang tanpa pintu.
Gue mandi ganti-gantian dengan Nicole. Selama
Nicole mandi, gue jadi pintunya. Selama gue mandi, Nicolelah yang jadi
pintunya. Tapi sebagaimanapun, kamar mandi ini gak 100% tertutup. Selain tidak
ada pintu, di sisi sebelah kiri hanya bertembok setengah-atasan-dikit (60%).
Jadi, bisa saja orang tetep liatin meski pintunya terjaga.
Nicole mandi. Tentu, dia gak buka seluruh
baju. Gue jagain. Dikarenakan menjaga orang itu butuh waktu yang lama dan
membosankan, guepun nyanyi. Nyanyi kenceng-kenceng mumpung lagi sepi. Gue
berdiri didepan kamar mandi, mengarah ke luar (luar sudah jurang) sambil nyanyi
keras-keras. Gak lama, ada bapak-bapak yang lagi ambil air di kamar mandi
berpintu yang terletak disamping kamar mandi ini,
“Ngapain dek?”
Gue
nengok,
“Oh.. Eee.. Ini pak, ada yang
lagi mandi. Saya lagi jagain” jawab gue gagap
Gue baru sadar, ternyata kalau gue diliatin
dari samping, gue itu sudah kayak orang yang mau bunuh diri ke jurang. Apalagi
nyanyiin lagu-lagu melow semua dan sedang sepi. Atau paling tidak, gue dikira orang stress
nyanyi didepan kamar mandi dengan tatapan kosong. Serem juga.
Kira-kira 15 menit kemudian, Nicole keluar. Nicole selesai, giliran sekarang gue mandi. Gak sampai lima menit gue mandi
(gue lagi sabunan), Esa (bergender laki-laki) dateng. Bolak balik dari kamar
mandi tanpa pintu yang terletak tepat disebelah kamar mandi gue ke kamar mandi berpintu. Katanya sih lagi mau ambil air. Gue
jadi ribet sendiri. Akhirnya gue mandi bebek. Selesai sudah, gue mau ganti
baju. Kan gak mungkin gue pakai handuk jalan-jalan dari kamar mandi umum yang
letaknya tak dekat dengan rumah gue. Kecuali Esco, si laki-laki gendut (atau
kalau kata anak-anak desa itu gembrot) yang dengan santainya tanpa menggunakan
celana apapun hanya berlapis handuk jalan dari kamar mandi ke rumah dia yang
kira-kira membutuhkan 40 langkah. Akhirnya gue putuskan untuk ganti baju
disitu. Baru mau membuka baju yang gue pakai saat mandi, tiba-tiba Gregegeg dan kawan-kawan
dateng dengan alasan mau mandi. Gregegeg mandi disebelah kamar mandi gue,
yang juga tak berpintu itu dan satu bak dengan kamar mandi yang gue tempati
ini. Kalau dia, mandi dengan dua pengawal. Satu itu Iko yang menjaga dinding
setengah-atasan-dikit terbuka itu, satu lagi Yeno yang menjaga pintu tersebut.
Gue tambah ribet sendiri. GIMANA CARANYA GUE GANTI CELANA DALEM DI TENGAH COWO-COWO
GINI?! Di lain sisi, Nicole benar-benar bekerja ekstra dalam menjaga gue. Dan sepertinya kami semua anak
SMP yang baik, maka tentu menghormati itu untuk tidak melihat,
sepertinya.
“Mar lu ngomong lagi ganti baju
tapi itu sudah pakai baju!” teriak Iko dari samping
“TAPI INI BAJU YANG SEBELUMNYA.
BASAH NIH” gue membetulkan sambil menunjuk baju gue yang basah.
“Ya tapi itu lu pakai apa?”
“Baju.”
“Ya udah, berarti lu pakai baju
kan?”
“...”
Depresi.
“Tunggu..
BERARTI LU LIAT GUE DISAAT HAL ITU DILARANG? WAH NIKO YAH SEKARANG.. HADUH NIKO”
tiba-tiba gue berpikir begitu.
“Gue kan jaga Gregegeg, yasudah,
berarti gue liat dia kan. Terus dari sini keliatan lu.” Tolaknya.
“...”
Akhirnya gue putuskan keputusan terakhir. Gue
pakai baju dan celana gue sebelumnya, dan kemudian ganti baju, celana, dan
segala isinya di rumah gue yang berjalan harus lebih jauh dari kamar mandi ke
rumah Esco.
---
“Gregegeg gendut banget astaga..
Berlipat-lipat tuh perutnya!” kata Nicole ditengah gue ganti baju di dalam
kamar.
“KAMU LIAT? ASTAGA NICOLE NICOLE”
Tentu gue pasti merangkum perkataan Nicole menjadi, ‘Gue tadi liat Gregegeg
mandi alias ga pakai baju!’. Pasti maksud yang sebenarnya adalah itu.
“Ya abis tadi Yeno bilang, ‘Jangan
Lihat Kesini!’ Ya kan Nicole liat Yeno kan.. Terus, tidak sengaja keliat Gregegeg dengan celana
dalem hitam!” seru Nicole.
“Wah Nicole yah..” canda gue
“Apaan sih.. Kan gak sengajaaa”
Ternyata sebuah kamar mandi tak berpintu saja
memiliki banyak kisah dibalik dindingnya yang mulai kecokelatan, tanahnya yang
berlumut, segarnya air, dan segala isinya. Dan tentu juga banyak orang mandi
dibalik situ #Yaiyalah.
Hari
kedua, ‘Menguak Kisahnya Kamar Mandi Tak Berpintu Ini..’ sungguh tak
terlupakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar