Pages

Jumat, 24 Oktober 2014

Live In! Part 2

“Nanti sehabis sarapan, temani ibu ke ladang yang jauh itu ya! Mau kan? Atau ibu pergi sendiri saja?” kata Ibu kepada gue dan Nicole yang sedang mengambil sarapan pagi berupa nasi dan lauk-pauknya.
Disini, sarapan dan makan siang gak ada bedanya. Gak kayak di Jakarta, menu McD sarapan saja sampai dibedakan sama menu-menu lain, lewat dari jam sarapan sudah gak jual. Ah sok keren doang.
                “Mau dong bu!” seru gue
                “Tapi itu jauh loh, nak” balasnya. Gue bingung, ini ibu ngajak tapi malah labil, seolah pengen dua kecebong nyasar (gue dan Nicole) ga ikut ke ladang dan membiarkan kami di rumah ini terpenjara kesepian seperti jones (jomblo ngenes) yang hidup ditengah malam minggu.
                “Ahh.. Kan seru bu” bantah Nicole.


  Hari ini hari kedua live in. Hari kedua ini jauh lebih banyak kerja daripada main. Jadi tidak sesering seperti kemarin ketemuannya. Gue dan Nicole akan pergi ke ladang ibu yang katanya sih jauh. Tapi, sebagaimanapun, kita harus berani adventure dan menyatu dengan alam biar bisa tangguh seperti Tarzan dan bersatu seperti power ranger gitu.. BERSATU! Biar bolot kayak Dora dan Monyetnya, saling mengasihi dalam pelukan seperti Teletabis dan pedofil seperti Barney *Loh**apa banget* #GakNyambung.
  Kitapun mulai berjalan ke lokasi. Tentu gue gak kayak Dora dan monyetnya yang buta arah. Gue sudah memiliki navigasi dalam bentuk seorang ibu.
Dua puluh menit, tigapuluh menit berlalu. Memang benar, jaraknya cukup jauh. Tapi karena seru, kita gak peduli sama jauhnya itu. Kadang gue berhenti sebentar untuk mengambil foto. Namanya juga fotografer (gagal).
  Sesampainya di ladang ibu yang ternyata ladang kacang panjang itu, kita disuruh duduk sebentar untuk istirahat. Lima – enam menit berlalu. Kemudian baru kita mulai metik.
  Gue butuh satu menit untuk menyadari mana kacang panjang. Karena beda sekali dengan yang dijual di pasar Jakarta. Biasanya lebih pendek-kontet. Lah ini, panjang-panjang kebawah semua.
               
Jantan.
“Gila Nik, panjang-panjang semua” kata gue sembari memetik.
         “Iya. Bahkan ada yang melingkar. Yang melingkar gak usah dipotong, yang panjang aja yang dipotong” balasnya.
“Ibu, disini panjang-panjang semua ya!” Kata gue kepada Ibu asuh yang ada di bagian depan gue
“Iya, bahkan bisa sampai satu meter lebih!” jawabnya senang.

Sepertinya kalau ada yang mendengar dan tidak tahu apa-apa, pasti mereka nanggepinnya beda. Untung saja, saat itu tidak ada yang salah paham.
  Di ladang ibu ini bersifat tumpang sari, menanam lebih dari satu jenis. Jadi, selain ada kacang panjang, ada juga sawi yang ditanam di sela-sela tanaman kacang panjang. Dan disini itu sangat organik, tidak menggunakan bahan pestisida. Maka daun yang berlubang-lubang karena dimakan ulat, ya sudah, habislah mereka para sawi detik itu juga saat itu juga pada pembebasan dari siksaan dimakan ulat dalam bentuk kematian alias dicabut. Banyak sekali yang jatuh dalam pebebebasan dalam bentuk kematian tersebut. Mulai dari yang kecil hingga yang besar, ada juga satu sawi besar dan berdaun lebar yang dipenuhi lubang-lubang yang besar dan lebar pula, yang mungkin perbandingan antara daun yang sudah termakan dengan daun yang ada adalah 9/10. Daun yang parah banget itu gue cabut pastinya, sesuai dengan perintah ibu. Tapi kali ini tak langsung gue buang, melainkan gue robek satu-satu, helai per helai, karena gue penasaran kenapa bisa parah gitu. Helai pertama, ih banyak putih-putih-kuning-kuning gak jelas, mungkin eek ulat kali yah. Helai kedua, masih sama biasa saja. Helai ketiga,            
“AAAAAAA!!!!!” Teriak gue reflek dan langsung membuang sawi itu.
                “AAAA!” ternyata teriakan maut gue mengagetkan ibu gue dan Nicole.
                “Ih kamu bikin kaget saja!” kesal ibu.
  Kemudian gue menjelaskan disitu ada MAHKLUK TAK DIUNDANG!! SAYA INDIGO!
Gue melihat sesuatu kecil bergaris-garis hitam dan putih..
menggeliat dengan anggunnya,
ke helai daun selanjutnya. GUE INDIGO ULAT! ITU ULAT NGESELIN YANG BIKIN KAGET, BU!
 Beliau hanya tertawa mendengar penjelasan gue. Padahal, sebetulnya gue tidak takut akan ulat. Gue hanya kaget saja #MembelaDiri

  Setelah usai sudah pemetikan panjang-panjang, maksudnya kacang panjang. Kita meminta untuk istirahat dulu karena capai sekali. Sedangkan ibu, memeriksa lagi satu per satu agar tak satupun kacang panjang terlewat. Gue memakan makanan ringan yang dibawa dengan kekuatan sendiri. Ga peduli tangan kotor apa ga. Yang penting makan.
---
  Memetik kacang panjang ternyata menyisakan 23 goresan pada kaki gue akibat banyak tergores duri dan menghadiahkan penderitaan bersama kacang panjang di jalan, walau bawaan kacang panjang kita itu tak seberapa dengan ibu punya, kita tetap kelelahan. Gue jadi gak kebayang, ibu itu dalam usia tak lagi muda harus membawa kacang panjang yang berat sekali, lebih berat dari tas sekolah gue yang bagi gue itu sudah berat. Dan gue mulai menyadari dan baru merasakan dari penggalan puisi yang pernah gue baca.. 
"Kulit kakimu yang bersimbah darah, 
melawan kehidupan demi kami, anak-anakmu"
 Ibu, You're The Real MVP.


  Kemudian setelah itu semua, gue dan Nicolepun istirahat di rumah Pinky yang sedang ramai dikunjungi teman-teman. 
              “Gue kemarin mandi di kamar mandi tanpa pintu dan sebelahnya Sens (laki-laki)” kata pertama Leine yang gue dengar.
                “Biasa aja tuh” lanjutnya, membalas ekspresi kita yang bingung ini.
Oh iya gue lupa kasih tau, di kamar mandi yang tidak memiliki pintu itu berjumlah dua kamar mandi tetapi mereka hanya memiliki satu bak mandi besar. Jadi sesungguhnya, pembatas antara kamar satu dengan kamar selanjutnya hanya sebatas satu dinding. Jadi bisa saja kita melihat secara jelas orang sebelah lo. Dan kalau mendengar cerita Leine, itu rada serem sih.
                “Yang jelas lu mau kerja sama dengan dia. Gue sih bilang aja, ‘Lu ga liat, gue juga ga liat’” jelasnya.
                “Berarti kalau dia liat, kamu juga liat??” respon gue.
                “Nah iya!” jawab dia tanpa malu dan dilanjutkan ketawa heboh.
  Saat itu gue tidak kebayang.. Gimana rasanya mandi bersebelahan dengan cowo dan pintu tak tertutup dan juga bersama kamar mandi yang hanya dibatasi dinding tetapi tetap satu bak mandi dan kita bisa saling melihat. Gue berharap hal itu gak menimpa gue, tetapi ternyata alam semesta berkehendak lain, keburukan itu terjadi... 

  Karena gue males nunggu lama-lama di kamar mandi yang memiliki pintu, guepun mandi di tempat yang Leine mandi. Ya, yang tanpa pintu.
  Gue mandi ganti-gantian dengan Nicole. Selama Nicole mandi, gue jadi pintunya. Selama gue mandi, Nicolelah yang jadi pintunya. Tapi sebagaimanapun, kamar mandi ini gak 100% tertutup. Selain tidak ada pintu, di sisi sebelah kiri hanya bertembok setengah-atasan-dikit (60%). Jadi, bisa saja orang tetep liatin meski pintunya terjaga.
  Nicole mandi. Tentu, dia gak buka seluruh baju. Gue jagain. Dikarenakan menjaga orang itu butuh waktu yang lama dan membosankan, guepun nyanyi. Nyanyi kenceng-kenceng mumpung lagi sepi. Gue berdiri didepan kamar mandi, mengarah ke luar (luar sudah jurang) sambil nyanyi keras-keras. Gak lama, ada bapak-bapak yang lagi ambil air di kamar mandi berpintu yang terletak disamping kamar mandi ini,
                “Ngapain dek?”
Gue nengok,
                “Oh.. Eee.. Ini pak, ada yang lagi mandi. Saya lagi jagain” jawab gue gagap
  Gue baru sadar, ternyata kalau gue diliatin dari samping, gue itu sudah kayak orang yang mau bunuh diri ke jurang. Apalagi nyanyiin lagu-lagu melow semua dan sedang sepi. Atau paling tidak, gue dikira orang stress nyanyi didepan kamar mandi dengan tatapan kosong. Serem juga.
   Kira-kira 15 menit kemudian, Nicole keluar. Nicole selesai, giliran sekarang gue mandi. Gak sampai lima menit gue mandi (gue lagi sabunan), Esa (bergender laki-laki) dateng. Bolak balik dari kamar mandi tanpa pintu yang terletak tepat disebelah kamar mandi gue ke kamar mandi berpintu. Katanya sih lagi mau ambil air. Gue jadi ribet sendiri. Akhirnya gue mandi bebek. Selesai sudah, gue mau ganti baju. Kan gak mungkin gue pakai handuk jalan-jalan dari kamar mandi umum yang letaknya tak dekat dengan rumah gue. Kecuali Esco, si laki-laki gendut (atau kalau kata anak-anak desa itu gembrot) yang dengan santainya tanpa menggunakan celana apapun hanya berlapis handuk jalan dari kamar mandi ke rumah dia yang kira-kira membutuhkan 40 langkah. Akhirnya gue putuskan untuk ganti baju disitu. Baru mau membuka baju yang gue pakai saat mandi, tiba-tiba Gregegeg dan kawan-kawan dateng dengan alasan mau mandi. Gregegeg mandi disebelah kamar mandi gue, yang juga tak berpintu itu dan satu bak dengan kamar mandi yang gue tempati ini. Kalau dia, mandi dengan dua pengawal. Satu itu Iko yang menjaga dinding setengah-atasan-dikit terbuka itu, satu lagi Yeno yang menjaga pintu tersebut. Gue tambah ribet sendiri. GIMANA CARANYA GUE GANTI CELANA DALEM DI TENGAH COWO-COWO GINI?! Di lain sisi, Nicole benar-benar bekerja ekstra dalam menjaga gue. Dan sepertinya kami semua anak SMP yang baik, maka tentu menghormati itu untuk tidak melihat,
sepertinya.
                “Mar lu ngomong lagi ganti baju tapi itu sudah pakai baju!” teriak Iko dari samping
                “TAPI INI BAJU YANG SEBELUMNYA. BASAH NIH” gue membetulkan sambil menunjuk baju gue yang basah.
                “Ya tapi itu lu pakai apa?”
                “Baju.”
                “Ya udah, berarti lu pakai baju kan?”
                “...”
               Depresi.  
                “Tunggu.. BERARTI LU LIAT GUE DISAAT HAL ITU DILARANG? WAH NIKO YAH SEKARANG.. HADUH NIKO” tiba-tiba gue berpikir begitu.
                “Gue kan jaga Gregegeg, yasudah, berarti gue liat dia kan. Terus dari sini keliatan lu.” Tolaknya.
                “...”
  Akhirnya gue putuskan keputusan terakhir. Gue pakai baju dan celana gue sebelumnya, dan kemudian ganti baju, celana, dan segala isinya di rumah gue yang berjalan harus lebih jauh dari kamar mandi ke rumah Esco.
---
                “Gregegeg gendut banget astaga.. Berlipat-lipat tuh perutnya!” kata Nicole ditengah gue ganti baju di dalam kamar.
                “KAMU LIAT? ASTAGA NICOLE NICOLE” Tentu gue pasti merangkum perkataan Nicole menjadi, ‘Gue tadi liat Gregegeg mandi alias ga pakai baju!’. Pasti maksud yang sebenarnya adalah itu.
                “Ya abis tadi Yeno bilang, ‘Jangan Lihat Kesini!’ Ya kan Nicole liat Yeno kan.. Terus, tidak sengaja keliat Gregegeg dengan celana dalem hitam!” seru Nicole.
                “Wah Nicole yah..” canda gue
                “Apaan sih.. Kan gak sengajaaa”


  Ternyata sebuah kamar mandi tak berpintu saja memiliki banyak kisah dibalik dindingnya yang mulai kecokelatan, tanahnya yang berlumut, segarnya air, dan segala isinya. Dan tentu juga banyak orang mandi dibalik situ #Yaiyalah.

Hari kedua, ‘Menguak Kisahnya Kamar Mandi Tak Berpintu Ini..’ sungguh tak terlupakan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar